Minggu, 02 November 2008

Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

1. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
2. Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
3. Pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.
4. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga terdiri atas:
a. Pengurangan sampah
b. Penanganan sampah
5. Pengurangan sampah adalah:
a. Pembatasan timbulan sampah;
b. Pendauran ulang sampah; dan/atau
c. Pemanfaatan kembali sampah. (Reduce, Reuce, Recycle)
6. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah agar menggunakan bahan yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
7. Pemerintah memberikan:
a. Insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah;
b. Disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.
8. Kegiatan penanganan sampah meliputi:
a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan/atau sifat sampah
b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau pengolahan sampah terpadu
c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat pengolaha sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir; pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau
d. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
9. Setiap orang dilarang:
a. Membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan
b. Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir
c. Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.

10. Pengelola kawasan pemukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya yang belum memiliki fasilitas pemilahan sampah pada saat diundangkannya Undang-undang ini wajib membangun atau menyediakan fasilitas pemilahan sampah paling lama 1 (satu) tahun.

Mengelola Sampah Rumah Tangga di Perkampungan/Perkotaan

Diambil dari :http://isroi.wordpress.com/2008/05/03/mengelola-sampah-rumah-tangga-di-perkampunganperkotaan/
(Belajar dari Pengelola Sampah di Bogor)

Masalah sampah adalah masalah semua orang, termasuk di kota Bogor. Warga seringkali membuang sampah sembarangan yang menyebabkan penyumbatan aliran sungai dan akhirnya dapat menyebabkan banjir. Kondisi ini mendorong Pak Djajat, anggota Dewan kota Bogor, untuk mengelola sampah warga di RW setempat. Kira-kira pertengahan tahun 2007, Pak Djajat dan Pak Wawan datang ke laboratorium saya untuk berdiskusi tentang pengelolaan sampah warga. Selain datang ke tempat saya, Pak Djajat juga datang ke beberapa orang untuk belajar mengelola sampah warga. Mengelola sampah sebenarnya tidak terlalu sulit, yang lebih sulit adalah memberikan pemahaman kepada warga untuk mengelola sampah dan istigomah menjalankan program ini.

Lokasi Pengelolaan Sampah Warga

Dengan dorongan Pak Djajat, akhirnya warga di Gn Batu sepakat untuk membentuk semacam pokja pengelolaan sampah. Pada awalnya mereka akan membuat kompos dari sampah organik. Selanjutnya kompos ini dapat dimanfaatkan untuk tanaman atau dijual ke tukang tanaman hias. Tempat yang mereka pilih adalah sebidang tanah kosong yang biasa digunakan warga untuk membuang sampah. Mereka membangun saung sederhana dengan empat kotak kecil tempat membuat kompos. Kotak-kotak dibuat dari pagar bambu. Luas saung ini kira-kira kurang dari 10 m2. Di sebelah saung itu ada tempat penampungan dan tempat sortasi sampah. Sampah-sampah dari 6 RT dikumpulkan dengan menggunakan gerobak sampah ke tempat tersebut.

Karakteristik Sampah Warga

Sampah warga sama seperti sampah-sampah kota pada umumnya. Sampah ini bercampur antara sampah organik dengan sampah non organik. Warga belum memiliki kesadaran untuk memisahkan antara sampah organik dengan sampah non organik. Sampah-sampah ini dikumpulkan setiap dua hari sekali oleh petugas sampah.

Dilihat dari gambar di atas, sampah warga didominasi oleh sampah-sampah non organik. Sampah non organik yang paling banyak adalah sampah plastik. Seperti yang sudah saya jelaskan di posting sebelumnya (lihat di sini) sampah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar: sampah non organik dan sampah organik. Dari setiap kelompok ini berdasarkan bisa tidaknya didaur ulang dapat dikelompokkan menjadi bisa didaur ulang dan tidak bisa didaur ulang. Lihat gambar di bawah ini:

Contoh kelompok sampah tersebut adalah sebagai berikut:
A. Sampah Organik Bisa Didaur Ulang: kertas, kardus, koran, majalah, dll
B. Sampah Organik Tak Bisa Didaur Ulang: sisa makanan, daun, sisa sayuran, dll.
C. Sampah Non-organik Bisa Didaur Ulang: logam (besi, alumunium, tembaga), botol, bekas botol minuman, kaleng, plastik, kaca, dll.
D. Sampah Non-organik Tak Bisa Didaur Ulang: plastik yang tidak bisa diaur ulang, baterai bekas, dll.

Sampah-sampah yang bisa didaur ulang baik organik maupun non-organik bisa dijual. Saat ini sudah ada pengepul barang-barang bekas yang datang ke lokasi pengelolaan sampah ini. Dalam satu minggu minimal mereka bisa mendapatkan dana tambahan Rp. 50.000 dari barang bekas daur ulang ini. Satu bulan berarti kira-kira Rp. 200.000. Jumlah ini justru lebih tinggi nilainya daripada pengolahan sampah organik menjadi kompos.

Sedangkan sampah non-organik yang tidak bisa didaur ulang seharusnya dibakar. Namun, saat ini mereka belum memiliki incinerator untuk membakar sampah. Jika sampah ini dibakar langsung akan diprotes warga, karena asapnya ke mana-mana dan masuk ke rumah-rumah warga. Dengan incinerator, cerobong bisa dibuat tinggi sehingga asap bisa langsung ke udara. Selain itu pembakaran bisa berlangsung sempurna dan mengurangi pencemaran udara.

Sampah organik diolah menjadi kompos. Kompos dapat diolah lagi menjadi pupuk organik untuk dijual. Atau digunakan sendiri untuk menanam tanaman hias, tanaman apotik hidup, atau tanaman sayuran/buah-buahan.

Proses Pengelolaan Sampah

Proses pengolahan sampah warga Gunung Batu kurang lebih sebagai barikut:

A. Pengumpulan Sampah Warga
Sampah warga dikumpulkan dari rumah ke rumah yang seluruhnya terdiri dari 6 RT. Sampah ini dikumpulkan oleh petugas yang khusus setiap 2 hari sekali dengan menggunakan gerobak sampah. Sampah-sampah ini dikumpulkan di tempat penampungan sementara. Petugas yang terdiri dari dua orang bekerja dari pagi sampah menjelang sholat dhuhur.

B. Sortasi Sampah
Di tempat penampungan sampah, sampah-sampah ini disortasi. Ada dua petugas lagi yang bekerja untuk melakukan sortasi sampah ini. Sampah-sampah yang bisa didaur ulang dikumpulkan dan dibersihkan dari sampah yang lain. Sampah-sampah non-organik yang tidak bisa didaur ulang juga dipisahkan tersendiri. Sedangkan sampah organik yang tidak bisa didaur ulang dipisahkan untuk diolah menjadi kompos. Ada beberapa sampah organik yang tidak ikut dikomposkan, yaitu: kayu, bambu, tulang, dan tanduk. Sampah-sampah ini bisa dikomposkan tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga tidak sesuai jika dicampurkan dengan sampah organik yang lain. Selain itu jumlah sampah ini tidak terlalu banyak.

Sortasi sampah merupakan bagian yang cukup rumit. Banyak makan waktu dan tenaga. Saya memberi saran pada para pengelola untuk mulai mengajak warga memisahkan sampah organik dan nin organik sejak dari rumah-rumah. Hal ini perlu penyadaran yang terus menerus, mungkin perlu waktu lama tetapi harus dimulai sejak dari sekarang. Mungkin sebagai perangsang bisa dengan memberikan reward bagi warga yang mau memisahkan sampahnya. Rewardnya tidak perlu mahal-mahal, misalnya warga yang mau memisahkan sampahnya diberi hadiah tanaman hias atau tanaman-tanaman yang lain.

C. Pengomposan
Sampah-sampah organik yang tidak bisa didaur ulang diolah menjadi kompos dengan menggunakan aktivator PROMI. Sebelumnya mereka pernah mencoba menggunakan aktivator-aktivator lain yang banyak dijual di toko pertanian. Namun, karena prosesnya agak ‘ribet’ dan membutuhkan banyak bahan tambahan, seperti: gula, kapur, pupuk kandang, dll mereka lebih memilih PROMI. PROMI tidak membutuhkan bahan tambahan, tidak memerlukan pencacahan, dan tanpa pembalikan. Hanya saja PROMI belum tersedia di pasaran luas, sehingga mereka harus membelinya di laboratorium saya. Untungnya tempatnya dekat jadi tidak terlalu menjadi masalah bagi mereka.

Proses pengomposan sampah warga dengan menggunakan PROMI dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Penyiapan PROMI
Karena umunya sampah warga mengandung kadar air cukup tinggi, maka PROMI tidak diencerkan dengan air. Pengenceran PROMI menggunakan tanah kering atau kompos yang telah jadi. JIka kadar air kurang maka ditambahkan sedikit air.

2. Penyiapan Tempat Pengomposan
Tempat pengomposan dibuat dengan menggunakan pagar bambu. Di sekeliling pagar ini diberi lapisan plastik untuk menjaga suhu dan kelembaban. Plastik yang digunakan adalah plastik bekas. Bagian bawah/dasar tidak dilapisi plastik.

3. Penyiapan Sampah
Sampah organik dimasukkan ke dalam bak kompos selapis dengan tinggi kurang lebih 10 cm. PROMI yang telah diencerkan ditaburkan di atas sampah ini. Selanjutnya tumpukan sampah diinjak-injak agar sedikit memadat. Proses ini dilakukan berulang-ulang hingga bak penuh.

4. Penutupan dengan Plastik
Jika seluruh sampah organik pada hari itu telah selesai dimasukkan ke dalam bak kompos. Selanjutnya tumpukan kompos tersebut ditutup dengan plastik. Penutupan harus rapat untuk menjaga suhu dan kelembaban. Jika bak belum penuh, maka esok hari ditabahkan sampan organik lagi dengan cara yang sama hingga bak penuh.

Pemanfaatan Kompos/Pupuk Organik

Karena cuma satu RW, jumlah sampah organik tidak terlalu banyak. Kadang-kadang untuk membuat kompos mereka mengambil sampah dari pasar Gunung Batu yang letaknya tidak begitu jauh dari lokasi pengelolaan sampah. Setelah jadi kompos kira-kira dalam waktu 2-4 minggu, kompos tersebut dapat langsung digunakan. Kompos dapat juga dibuat menjadi pupuk organik. Pertama, kompos dikeringkan di bawah sinar matahari. Selanjutnya kompos diayak. Kompos yang halus dikemas dalam kantong plastik. Kompos ini bisa diual dengan harga cukup lumayan.

Saya menyarankan untuk memanfaatkan sendiri kompos tersebut. Jika akan digunakan sendiri, kompos tidak perlu diolah lebih lanjut. Lansung digunakan saja. Kompos ini dapat digunakan untuk menanam bermacam-macam tanaman. Misalnya saja tanaman hias. Kota Bogor salah satu sentra tanaman hias di Indonesia. Banyak tanaman hias yang bisa ditanam dengan kompos ini. Alternatif lain adalah menanam tanaman sayuran, bisa tomat, bayam, caisim, kangkung. Atau tanaman buah-buahan, seperti buah pepaya atau pisang yang waktu berbuahnya tidak terlalu lama. Kompos juga bisa digunakan untuk menanam tanaman obat/apotik hidup.
Tanaman ini bisa saja dijual atau disumbangkan untuk warga disekitar lokasi pengelolaan kompos.

Manajemen Pengelolaan Kompos

Untuk mengelola sampah ini warga mengadakan musyawarah. Pengelolaan sampah dilakukan oleh kelompok kecil. Pengelola ini dketuai oleh Pak RW, seorang bendahara dan beberapa pekerja (saat ini berjumlah 4 orang). Warga ditarik iuran per rumah. Besarnya iuran bermacam-macam, ada yang Rp. 3000, ada yang Rp. 5000, ada yang Rp. 10000, tetapi ada juga yang tidak membayar karena memang tidak mampu. Uang hasil iuran ini digunakan untuk membayar petugas pengelola, khususnya pekerja. Pekerja diambil dari warga setempat yang masih mengganggur. Jadi secara tidak langsung pengelolaan sampah ini juga membuka lapangan kerja bagi warga yang belum bekerja.

Setiap hari pekerjaan dibagi menjadi dua shift: shift pagi mulai dari jam 8 - 12 dan shift siang mulai dari jam 12 sampai jam 16. Setiap shift dua orang yang bekerja. Pekerja shift pagi bertugas untuk mengambil sampah dari rumah-rumah warga. Petugas shift kedua bertugas untuk memilih-milih sampah, mana sampah yang bisa didaur ulang dan mana sampah yang akan dikomposkan. Mereka kerja sehari libur sehari masuk, jadi hari kerjanya 15 hari kerja. Satu shift setiap pekerja diberi upah Rp. 10.000. tidak terlalu besar tetapi cukup lumayan untuk mereka. Selain itu para pekerja juga sering mendapatkan tip dari warga.

Pengelolaan sampah warga ini baru mulai. Jalan masih panjang. Biarlah waktu yang menentukan. Namun, melihat kesungguhan para pengelolanya saya yakin usaha mulia ini akan terus berkembang dan berhasil. Saya berusaha membantu mereka dengan pengetahuan yang kumiliki. Saya harap usaha ini dapat dikembangkan di tempat-tempat lain.

Memanfaatkan Sampah Bandung

Setelah sekian lama menjadi masalah yang hampir tidak berujung, sampah di Bandung akhirnya menjadi bahan berguna, energi listrik. Yakni dengan memproses sampah secara aerobik, untuk menghasilkan bio digester dan sampah untuk energi.

Kajima Corporation, sebuah perusahaan Jepang, telah menawarkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengelola sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, yang menjadi momok bagi warga Bandung.

"Setelah melakukan studi, TPA Leuwigajah punya potensi besar untuk energi listrik tenaga sampah. Selain sampah baru, timbunan sampah lama yang sudah belasan tahun di TPA itu juga bisa diolah menjadi energi listrik," kata Sujimoto, Head Officer Kajima Corporation, dalam paparannya di Bandung, Kamis (24/1).

Produksi sampah warga Kota Bandung, baik sampah organik maupun nonorganik setiap harinya mencapai 7.500 meter kubik. Sementara sampah di wilayah Kabupaten Bandung setiap hari mencapai 8.000 meter kubik. Sedangkan volume sampah Kota Cimahi rata-rata 400 meter kubik per hari.

Sampah di seluruh wilayah Kabupaten Bandung setiap hari yang bisa terangkut rata-rata sekitar 1.232 meter kubik (17,40 %), sedangkan sampah di perkotaan yang terangkut sudah mencapai 40,68 %.

Sementara jumlah tumpukan sampah keseluruhan mencapai 8.000 meter kubik lebih, dengan asumsi produksi sampah setiap hari sebanyak dua liter setiap orang dikalikan jumlah penduduk 4.189 jiwa.

Pada 2005, sampah di Bandung menjadi momok yang menakutkan bagi warga kota, karena berserakan di hampir semua ruas jalan, setelah TPA Leuwigajah ditutup.

Di seputar Kota Bandung terlihat tumpukan sampah menggunung di sejumlah tempat-tempat pembuangan sementara (TPS) maupun stasiun transfer di Kota Bandung. Bahkan di pinggir-pinggir jalan seperti di Jl Sudirman dekat Pasar Andir, sampah terlihat menggunung dan menimbulkan bau tidak sedap.

Ke depan, sampah di Bandung sepertinya akan menjadi sahabat manusia. Sujimoto mengatakan, pihaknya telah melakukan studi kelayakan Intergrated Intermediate Waste Treatment Facility (IWTF) sejak Agustus 2007 lalu dengan memberikan konsep dan studi CDM.

Penelitian ini melibatkan peneliti dari Institut Teknologi Bandung, BPPT, dan BPLHD Provinsi Jawa Barat.

"Teknologi pengolahan sampah ini berproses mulai pemilahan, pengolahan secara aerobik untuk menghasilkan bio digester dan sampah untuk energi. Sampah plastik cocok punya energi tinggi, polutannya bisa diatasi dengan teknologi yang ada di kami," kata Sujimoto.

Sementara itu, Fukori dari Yachiyo Enginering Co mengatakan, pengolahan sampah rata-rata per hari 1.800 meter kubik. Dengan sistem insenerator itu akan menghasilkan tenaga listrik sebesar 12,5 mega watt (MW). Sebesar 2,5 MW digunakan untuk tenaga listrik instalasi itu sedangkan 10MW bisa dijual ke PLN seharga Rp520 per kwh.

"Secara teknologi, perangkat pengolahan sampah ini juga menguntungkan secara ekonomis. Teknologi ini dipakai di kota-kota besar di Jepang, tingka polutannya bisa diatasi dengan teknologi kami," kata Fukori.

Fasilitator dari BPPT, Irhan Ferbiyanto mengatakan, paparan yang dilakukan oleh pihak Kajima Corp dan Yachiyo Eng itu merupakan paparan terakhir mereka untuk menawarkan konsep pengolahan sampah di TPA Leuwigajah.

"Bila disetujui oleh Pemprov Jabar dan kabupaten/kota terkait, usulan itu akan diajukan ke Bappenas untuk dibahas sekaligus memungkinkan mencari pendanaanya," kata Irhan.

Ia menyebutkan, proses pengolahan sampah yang disampaikan oleh pihak Kajima Corp. cukup ideal karena akan mengolah eks longsoran sampah yang telah tertimbun selama 15 tahun.

"Solusi bagi TPA Leuwigajah adalah mengolah sampah lama dalam proses pengolahannya nanti. Bila sampah lama tidak ikut diolah, saya kira tidak akan manjadi solusi apa-apa bagi TPA Leuwigajah," katanya.

Karena, kata Irhan, pengolahan kembali sampah-sampah plastik di eks longsoran sampah TPA Leuwigajah akan turut memperpanjang usia penggunaan TPA itu, di samping mengurangi tumpukan sampah yang ada saat ini. [R2]

Diambil dari : inilah.com

About This Blog

About This Blog

Pesan dan Saran


ShoutMix chat widget

  © Blogger template 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP